“Sero” itulah nama alat tangkap ikan yang banyak di jumpai
dipinggir laut Kendari. Sero terbuat dari jaring nelayan, bambu, dan kayu. Sero
biasanya dipasang di laut pada kedalaman antara 2 smpai 3 meter. Sero dipasang dengan system tancap. Setiap
pagi pemilik sero melakukan panen ikan.
Karena
sistem kerjanya ditancap yang membentang antara 30 sampai 50 meter dalam bentuk
anak panah atau busur.
Pada
ujung busur disediakan ruang untuk menampung ikan. Ukurannya kurang diameter
150cm. Pada pintu masuk ruang ini dibentuk sedemikian rupa sehingga ikan hanya
bisa masuk tapi tidak bisa keluar. System kerjanya persis ssperti bubu.
Sementara
fungi kaki busur yang terbuat dari deretan jaring membentang tegak lurus dari
kaki hingga ujung busur. Panjangnya bisa antara 30 sampai 50 meter. Fungsinya
untuk menggiring ikan menuju ruangan yang telah disediakan.
Pemasangan
sero biasanya melihat struktur laut yang dangkal tapi mendekati kondisi laut
yang dalam. Ini salah satu strategi pemilik sero untuk mendapatkan hasil yang
banyak. Biasanya ikan pada saat air laut surut pasti
akan mencari tempat yang lebih aman.
Sementara
pada saat air laut pasang, biasanya ikan akan memenuhi laut yang dangkal.
Kesempatan inilah yang diharapkan oleh pemilik sero agar ikan bisa terjaring
kedalam sero pada saat air laut mulai surut.
Untuk
membuat sero antara 30 sampai 50 meter membutuhkan biaya kurang lebih tiga juta
rupiah. Dari seluruh komponen sero yang dibeli cuma jaring. Sementara kayu dan
bambu didapat dari sekitar pemukiman nelayan yang tumbuh liar.
Modal
utama yang dibutuhkan untuk pemilik sero adalah, sampan atau perahu untuk
mengangkut hasil ikan dari sero. Modal yang tak kala pentingnya adalah
menyelam.Ya, dengan jalan inilah nelayan memungut
ikan dari ruang perangkap yang berdiameter 150 centimeter tadi.
Selain
fungsi itu, perahu juga digunakan sebagai sarana transportasi dari darat ke
lokasi sero. Lokasi sero yang terjauh dari rumah nelayan ada yang membutuhkan
waktu kurang lebih 4 jam sekali jalan.
Biasanya
pemilik sero melakukan panen setiap hari antara jam 6 sampai jam 10 pagi. Saat
panen tidak lagi memperhitungkan air laut surut atau tidak. Kalau air laut
pasang maka dibutuhkan tenaga ekstra menyelam untuk meraih ikan yang sudah
terperangkap.
Kalau
lagi mujur hasilnya tidak menampung perahu. Dan kalau ini terjadi, maka
nelayanan akan melakukan panen kembali setelah perahu yang sudah penuh telah di
drop ke darat. Tapi kalau lagi apes, maka nelayan hanya membersihkan
sampah-sampah yang tersangkut di jaring.
Jenis
ikan yang didapat dari sero tentu bervariasi. Mulai dari ikan cakalang,
cumi-cumi, baronang, kepiting, pari, lobster dan lain-lain. Bahkankan belut dan
ular pun terkadang didapat.
Kehidupan
ini terus dan terus dijalani oleh nelayan dari hari ke hari. Rata-rata nelayan memiliki
lebih dari satu sero dan tersebar di mana-mana yang dianggap memiliki strategi
pergerakan ikan dengan peluang besar bisa terjebak dalam sero.
Kalau
masih ada waktu sebelum nelayan menuju ke daratan, hasil tangkapan biasanya
sudah dipilah-pilah dalam satu ikatan dengan harga tertentu. Makin besar ikan
yang didapat maka hargapun makin baik.
Satu
ikatan biasanya terdapat sepuluh sampai lima belas ekor ikan yang dijual di
darat antara sepuluh hingga duabelas ribu rupiah. Jika ikan membanjir harga
tersebut bisa anjlok menjadi dua ribu lima ratus ruiah per ikat nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar